Gunung Lawu memang sangat terkenal dengan kemistisanny. Bahkan, tak sedikit peraturan harus diikuti para pendaki saat di berasa di sini. Sebenarnya, yang paling mistis itu ada di puncak Gunung Lawu dan Pasar Dieng.
Pasar Dieng sendiri merupakan pasarnya para makhluk gaib, yang sudah terlanjur diketahui publik. Deretan bebatuan yang tersusun apik tidak boleh dipindahkan sembarang, karena konon katanya ini menjadi lokasi barang yang diperjual belikan oleh makhluk ghaib tersebut.
Namun tak disangka, kisah mistis yang kami alami justru berada di salah satu jalur yang paling terjal, dan panjang selama pendakian yaitu pos empat. Sepanjang perjalanan dari pos satu sampai tiga, kami tidak menemukan jalur yang datar sama sekali.
Menggapai Puncak Gunung Lawu – Gunung Lawu merupakan salah satu Gunung yang paling terkenal di Jawa. Berada di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur bahkan masuk ke tiga wilayah kabupaten sekaligus yaitu Magetan, Karanganyar dan Ngawi. Gunung Lawu juga terkenal dengan kemistisannya karena sering di ajeni oleh orang jawa.
Kali ini, ngayap.com akan membahas perjalanan ketika berjuang menggapai puncak gunung lawu bersama sahabat dari Jakarta dan Kalimantan. Berbagai kejadian yang menyenangkan sampai dengan yang menegangkan dan bahkan berbau mistis menemani perjalanan kali ini.
Sebelum Mengulas Tuntas Perjalanan Kali ini. Kenalan Dulu Yuk Sama Travel Mate Kali Ini. Siapa Tahu Berjumpa di Jalur Pendakian Selanjutnya.
Dua bulan sebelum pendakian, rahman mengajak saya untuk mendaki Gunung Lawu. Sebenarnya saya belum begitu mengenal karakter cowok yang hobby berpetualang ini. Tapi karena sudah beberapa kali ngetrip bareng jadi saya iyakan saja dan pengen tahu sifat aslinya (hahaha), ojo baper ya mang!
Dan ketika saya update status lagi trecking di Curug Cibereum di Cianjur untuk latihan pendakian ke Gunung Lawu, tiba-tiba sukma chat saya dan dia juga ingin mendaki ke Gunung Merbabu. Berbekal chat yang panjang dan telpon akhirnya sukma dan Nurul berpindah haluan untuk ikut pendakian dari Gunung Merbabu ke Gunung Lawu.
Sukma dan Nurul, merupakan teman saya kerja di salah satu perusahaan shipping dan kami juga sudah pernah liburan ke jogja selama 4 hari 3 malam, mulai dari menelusuri bangunan apik, pantai dan mendaki ke Gunung Merapi. Jadi saya sudah tahu banyak tentang mereka khususnya di dunia travelingnya.
Rabu, 15 Agustus 2018.
Stasiun Pasar Senen dan Bandara Balikpapan Menjadi Saksi Bisu Perjuangan Menggapai Puncak Gunung Lawu.
Pendakian kali ini terdiri dari 4 orang, yaitu saya (idris), Rahman dari Jakarta, Nurul dan Sukma dari Balikpapan. Saya dan Rahman bertemu di stasiun pasar senin jam 4 sore karena tiket kami jam 5 sore. Perjalanan dari Jakarta ke Solo menghabiskan waktu kurang lebih 10 jam 30 menit.
Selama perjalanan dari stasiun pasar senen ke Solo, kami sungguh beruntung karena 4 orang yang memesan tiket yang seharusnya berada di samping dan depan kami duduk tidak menampakkan batang hidungnya. Beruntungnya kami duduk diantara bangku kosong hingga kami puas mengobrol yang penting sampai gak penting. Tidur sampai puas hingga akhirnya terbangun lagi. Begitu seterusnya sampai kita tiba distasiun solo jebres.
Welcome to Solo! Stasiun Solo Jebres menyambut para pendaki dari berbagai Kota dengan Berbagai Tujuan.
Tidak terasa, pagi mulai menjemput. Kami akhirnya sampai di Stasiun Solo Jebres kurang lebih jam 3.20 pagi dan langsung ketemu sukma dan Nurul yang sudah sampai duluan dari Jogja kemudian di lanjutkan perjalanan ke Solo. Lalu rahman berkenalan dengan Nurul dan Sukma. Kemudian ke Pasar sebentar untuk membeli kekurangan logistik.
Setelah kami berempat berkumpul. Akhirnya kami memutuskan untuk menuju basecamp cetho yang berada di Karanganyar. Setelah cek aplikasi Gocar ternyata ada di kota Solo. Dan akhirnya kami memutuskan menggunakan gocar karena memang saldo gocar saya masih tersisa banyak yang merupakan hadiah dari salah satu lomba menulis.
Kamis, 16 Agustus 2018
Sebelum Memulai Pendakian Menggapai Puncak Gunung Lawu, Basecamp Gunung Lawu Menjadi Tempat Beristirahat Sejenak.
Setalah menaiki gocar yang sudah di pesan, kami melanjutkan perjalanan menuju ke Karanganyar karena kami mendaki via jalur candi cetho jalur yang terkenal dengan trek terpanjangnya gunung lawu. Dinginnya angin malam menjadi teman abadi selama 2 jam perjalanan menuju basecamp. Sebelum sampai ke Basecamp, suara sang muadzin memanggil orang yang beriman untuk melaksanakan kewajiban hambanya kepada sang Khaliq.
Setelah selesai sholat dan mendapatkan doa-doa dari jamaah di masjid dengan berbagai ucapan semoga sampai ke puncak dengan selamat sampai kembali ke rumah dengan selamat juga. Terimakasih atas semua doa kalian dan keramahannya. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan menuju basecamp candi cetho.
Basecamp – Pintu Registrasi Pos Pendakian 10 Menit (Jam 7.45-7.55)
Setelah selesai sarapan dan melengkapi semua kebutuhan team dan pribadi. Kami mulai melangkahkan kaki di tengah dinginnya udara yang menusuk kalbu. Di mulai dari menanjak dikit demi sedikit kemudian dilanjutkan dengan puluhan anak tangga yang sudah di semen permanen.
Nafas pun mulai ngos-ngosan karena di mulai dengan mendaki anak tangga yang sungguh menguras tenaga. Hingga akhirnya kami sampai dengan pos registrasi untuk mengisi data diri dengan lengkap dan membayar simaksi. Setelah selesai urusan pendaftaran kami berdoa lalu brefing sejenak dan melanjutkan perjalanan kembali.
Pintu Registrasi Menuju Pos 1 – Jalur Pendakian Menanjak Tapi Santai 70 Menit (jam 8.20 – 09.30)
Setelah melengkapi proses prosedur pendakian, kami pun berdoa supaya pendakian menggapai puncak gunung lawu selamat dengan bahagia. Inget tujuan mendaki itu bukan puncak melainkan kembali pulanh kerumah,puncak adalah bonus liburan kali ini. Jalur pendakian di musim kemarau sungguh membuat nafas ngos-ngosan, selain beban cerriel di punggung ada juga berbagai butiran debu yang selalu siap menempel.
Perkebunan warga juga masih menjadi pemandangan yang indah dan sejuk dipandang. Jalur ini juga di dominasi jalur setapak yang menanjak konstan tetapi pada beberapa bagian mulai menyempit dan lebih menanjak.
Pos 1 Menuju Pos 2 – 50 Menit (09.45 – 10.35)
Tak jauh berbeda dengan jalur menuju pos 1. Dari pos 1 menuju pos 2 jalurnya relatif sama, berupa tanah yang masih menanjak konstan dan tidak ada sama sekali dataran rendah atau yang sering dianggap sebagai bonus bagi pendaki. Rerumputan yang kering kerontang dan ditutupi debu masih menjadi teman perjalanan yang sama.
Pos 2 berada di ketinggian 2.250 mdpl berupa area tanah lapang yang lebih luas dari pos 1 dan terdapat sebuah shelter. Bisa dikatakan pos 2 merupakan pintu hutan yang sesungguhnya karena vegetasi di pos 2 cukup rapat sehingga nampak lebih gelap dari pos sebelumnya.
Pos 2 Menuju Pos 3 – 2 Jam 7 Menit (11 – 13.07 )
Tak jauh berbeda dengan jalanan dari pos 2 ke pos 3. Jalanan yang berdebu serta tanjakan yang konstan masih menjadi teman perjalanan kami. Dan kaki pun mulai sudah menunjukkan ketidak mampuannya untuk melangkah, tapi tetap saja harus dilangkahkan kaki demi target harus sampai ke pos 5 sebelum matahari hilang diperaduannya.
Kaki tetap melangkah, selangkan demi selangkah. Perlahan tapi pasti, hingga tiba-tiba kaki mulai keram. Di mulai dari betis hingga sampai paha, dan akhirnya saya pun menyerah karena jujur kaki ini sungguh berat untuk hanya sekedar melangkah bahkan saya pun langsung minta istrahat demi merenggangkan otot kaki yang keram.
Tanpa berfikir panjang lalu saya langsung menempelkan koyo di betis serta paha dan 3 menit kemudian melanjutkan perjalanan. Meskipun kaki masih berat melangkah, dengan bacaan basmalah dan beberapa kali membaca ayat qursi sepanjang perjalanan karena saya yakin kaki ku masih baik-baik saja meski seolah-olah sungguh sulit untuk digerakkan kembali.
Pos 3 Menuju Pos 4 – 1 Jam 45 Menit (13.30 – 15.05 )
Dari pos 3 ke pos 4 merupakan jalur paling terjal dan menanjak. Bahkan setiap 15 menit saya harus istirahat 2 menit untuk memulihkan tenaga. Belum lagi tidak ada pendaki yang bersama kami karena para pendaki memilih beristirahat lama di antara jalur 3 dan 4 yang ada sumber airnya.
Sedangkan kami memilih istirahat sejenak karena kami sendiri pemula tidak seperti pendaki senior seperti rahman dan Nurul yang langkah kakinya sangat kuat untuk mendaki sedangkan Sukma lumayan dan yang paling parah tentu nya saya sendiri. Dari sepanjang perjalanan dari Jalur pos 3 ke pos 4 bisa dikatakan jalur yang bisa membuat putus asa antara melanjutkan mendaki atau mundur dan turun gunung.
Nah, kejadian yang sangat memilukan juga terjadi kepada kami. Bahwa Kami nyasar dari jalur yang benar ke jalur yang salah karena mengikuti dua orang pendaki yang masih SMA berjalan terus dan di ikuti Nurul, Sukma terus saya dan Rahman di posisi paling belakang.
Tapi entah kenapa jiwa saya gak tenang ketika melihat jalur yang begitu mendatar karena selama pendakian memang tidak menemukan jalur datar sama sekali. Nah, tapi di sini justru jalurnya sungguh datar sepanjang mata memandang dan di tutupi kabut yang tipis serta ada pohon berdiri gagah menyendiri yang membuatku semakin janggal.
Hingga akhirnya, di depan saya melihat burung jalak yang sedang menutupi seolah-olah memberi isyarat bahwa jalur ini salah. Dan anak yang berdua tadi tiba-tiba berhenti sebelum melintasi burung jalak tersebut dan mereka langsung seperti orang ling-lung.
Hingga akhirnya kami memutuskan memutar arah kembali ke jalur yang benar. Ketika sampai dipersimpangan kami melihat sekitar ternyata ada petunjuk yang sangat kecil bahkan tidak terlihat mana arah yang benar dan yang salah,benar saja kami sebelumnya tidak menyadari bahwa ada petunjuk arah disisi pohon. Kami memutuskan untuk mengikuti petunjuk arah yang sudah kami lihat.
Pos 4 Menuju Pos 5 – 1 Jam 30 Menit (15.30 – 17.00)
Jalur pendakian masih sama dengan jalan setapak dibawah hutan yang kering kerontang karena musim kemarau. Trek mulai terbuka ketika melewati sisi punggungan bukit. Vegetasi pinus dan rerumputan yang kering kerontang mulai mengkombinasi dengan debu yang bertebaran oleh jejak kami sendiri.
Setelah melewati punggungan bukit, trek sudah datar dan padang rumput mendominasi area. Area padang rumput luas yang datar dan dihiasi pohon tumbang bisa digunakan untuk sekedar istirahat maupun mendirikan tenda. Sekitar 200 meter terdapat pos dengan area padang rumput yang tidak jauh berbeda.
Dan kami pun memutuskan bermalam dan mendirikan tenda disini, persis dibawah tulisan pos 5 kami memasak perbekalan yang sudah kita persiapkan sebelumnya. Dengan bergulirnya waktu kami tertidur lelap tidak terasa pada jam 1 dini hari, tiba-tiba saja ada keramaian bahwa ada kabar dari luar tenda karena telah terjadi kebakaran dan kami dihimbau oleh team SAR untuk segera turun.
Bahkan orang yang mendirikan tenda di pos gupak menjangan banyak yang turun sedangkan kami memilih tetap berada di tenda karena jika kami memutuskan untuk turun pun juga tidak memungkinkan melihat kondisi tubuh yang kelelahan dan kedinginan.
Jumat, 17 Agustus 2018
Pos 5 Bulak peperangan – Gupak Menjangan (10.00 – 10.28) 28 Menit.
Setelah pagi menjelang, jam menunjukan pukul 07:00. Saya dan team bergegas bangun dan merapihkan perbekalan dan perlengkapan. Seperti biasa rutinitas pagi saya membuat sarapan bersama rahman lalu nurul dan sukma packing cerriel masing masing, lalu makanan pun siap dihidangkan dan kami semua sarapan agar kami kuat untuk melanjutkan perjalanan kembali menuju puncak Gunung Lawu yaitu Hargo Dumilah.
Perlengkapan satu persatu kita rapihkan kembali dan melipat tenda. Lalu kami melanjutkan perjalanan dengan perut kenyang itu rasanya bahagia sekali meskipun beban berat kami gendong dipundak. Dengan trek yang masih landai banyak kami jumpai pendaki lainnya yang ingin summit kepuncak meskipun waktu sudah siang.
Gupak Menjangan – Pasar Dieng (pasar setan) (30 menit), Tempatnya Penghuni Gaib Berjualan.
Perlahan namun pasti, semangat kami dalam melangkahkan kaki meskipun kaki ini rasanya sudah tidak bisa diungkapkan kata kata lagi. Dengan diselingi banyolan khas kami ketika bertemu dengan pendaki lainnya kami pun tiba di persimpangan Pasar Dieng dengan trek terjal dan ada pandangan batu bertumpuk yang aneh.
Menurut penduduk sekitar sih itu dagangan para penunggu yang ada di Pasar Dieng lebih terkenalnya warga sekitar lereng Gunung Lawu menyebutnya Pasar Setan. Entah itu mitos apa fakta maka kami hanya mengabadikan plang petunjuk arah yang menandakan bahwa kami berada di Pasar Dieng. Jarak antara Pasar Dieng dengan warung mbok yem tidak terlalu jauh akan tetapi treknya yang mungkin sedikit terjal dengan didominasi bebatuan dan menanjak.
Pasar Dieng – Warung Mbok Yem / Puncak Hargo Dalem (1 Jam)
Keyakinan saya kuat untuk melewati rintangan terjal dan menanjak akhirnya saya sampai di Warung Mbok Yem,warung tertinggi di pulau jawa yang sudah tersohor oleh para pendaki gunung nusantara dan warga lereng Gunung Lawu. Menyempatkan saya dan team untuk singgah sejenak karena waktu sudah menunjukan waktu sholat dzuhur.
Memanfaatkan waktu senggang untuk ISOMA dan si rahman memesan segelas kopi hitam panas menurut dia sih katanya sumber stamina (hehehe). Setelah semua selesai jam menunjukan jam 14:00 waktu yang sudah kita tentukan untuk summit kepuncak HARGO DUMILAH dan HARGO DALEM Gunung Lawu. Maka kita lanjutkan tanpa membawa cerriel. hanya membawa perbekalan secukupnya seperti air minun dan snack coklat yang mudah dikantongin.
Warung Mbok Yem – Hargo Dumilah (30 Menit)
Setelah puas dengan makanan di mbok yem dengan nasi pecalnya yang tersohor itu dan memulihkan tenaga yang sudah terkuras. Akhirya kami melanjutkan pendakian ke Puncak Hargo Dumilah. Track yang menanjak konstan dan terjal menjadi teman perjalanan. Hanya saja kami tidak membawa carriel lagi sehingga lebih santai.
Taraa! Inilah dia puncak Hargo Dumilah. Kibaran sang saka merah putih gagah di atas puncak. Puluhan pendaki dari berbagai daerah juga dengan bangga mengibarkan sang merah putih. Lautan awan sepanjang mata memandang sungguh nikmat Tuhan yang tak bisa dibantahkan.
Suasana mistis juga sungguh terasa disini. Wewangian khas hio/dupa seperti umat hindu yang biasanya sedang beribadah/sesembahan kepada kepercayaan yang dianut umat hindu menjadi wewangian yang menyengat disini. Memang puncak gunung ini masih di agungkan oleh kalangan tertentu terutama umat hindu khususnya. Bagi kamu yang tidak percaya hal-hal seperti itu, minimal kamu harus menghargai. Bukan kah perbedaan salah satu cara Tuhan untuk mendamaikan umat manusia yang ada di muka bumi ini.
Jika puncak Hargo Dalem hanya berada dibelakang warung mbok yem jadi tidak terlalu jauh untuk dijangkau.
Ada Juga Mitos Tentang Sendang Drajat, Aduh Sungguh Menggapai Puncak Gunung Lawu Penuh Mistis.
Saat dalam perjalanan turun dari Puncak Hargo Dumilah saya dan team menyempatkan untuk mengunjungi SENDANG DRAJAT. Konon katanya, tempat yang dikramatkan oleh penduduk sekitar lereng Gunung Lawu terdapat sumber mata air yang dimitoskan dapat mengangkat Drajat manusia entah itu benar apa hanya Mitos belaka.
Jalanan yang landai dengan jarak tempuh kurang lebih 20 menit dari Mbok Yem membuat kaki ini melangkah dengan tenang dan tidak ada rasa capek sama sekali apalagi mata dimanjakan dengan pemandangan samudra awan diatas lereng Gunung Lawu. Selain sendang drajat, disini juga ada 3 buah goa yang mempunyai kisah mistis tersendiri. Sungguh perjalanan ini penuh misteri kawan.
Warung Mbok Yem – Puncak Hargo Dalem ( 2 Menit)
Setelah puas dengan sendang drajat, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan kembali ke Warung Mbok Yem. Kemudian tak terasa, kaki melangkah ke arah Puncak Hargo Dalem. Nah, sebenarnya puncaknya ini lebih semacam pendopo tempat persembahan dan sembahyang umat hindu begitu banyak sesajen dan hio.
Wangi khas dupa masih menyengat disini, suasana mistis juga tidak bisa dibantahkan. Dan ada juga penjual souvenir berupa gelang kayu dan aksesoris lainnya seharga Rp. 50.000,-. Untuk masalah harga sebenarnya kami tidak begitu ambil pusing, tapi masalah ada penunggu gelangnya yang membuat aku melarang teman-teman untuk membelinya dikarenakan menyimpang dari ajaran agama islam.
Ajakan mengobrol santai dan memasuki ruangan si bapak penjual juga kami dengan sopan menolaknya. Karena memang hawa mistis sungguh terasa ditempat ini. Tapi bagi kamu pecinta wisata mistis, kamu harus segera kesana ya pasti yang kamu cari pasti ada disana.
Sabtu, 18 Agustus 2018
Setelah puas dengan puncak dan keindahan Gunung Lawu, Kami Memutuskan Untuk Pulang Via Jalur Cemoro Sewu.
Setelah puas menikmati puncak gunung lawu, akhirnya kami memutuskan untuk bermalam di Warung Mbok Yem dan memulihkan tenaga untuk besok melakukan turun gunung. Obrolan malam sesama pendaki dan tingkah gokilnya sungguh membuat dahi mengkerut. Belum lagi ulah pendaki yang memang di luar nalar.
Dinginnya angin malam berlalu begitu lama. Memang diwarung mbok yem ini hawanya sangat terasa dingin dikarenakan keberadaannya diatas pegunungan. Hingga akhirnya pagi mulai menyapa. Dan tak lupa kami menikmati sunrise yang menawan dengan malu-malu memancarkan sinar cahayanya. Hingga akhirnya benar-benar terang. Udara dingin mulai berganti dengan sejuk. Dan akhirnya kami sarapan dan melanjutkan perjalanan pulang.
Warung Mbok Yem – Pos 5 (30menit)
Setelah berdoa bersama dan brefing kembali akhirnya kami memutuskan untuk pulang dengan jalur cemoro sewu. Dari mbok yem ke pos 5 menghabiskan waktu kurang lebih 30 menit. Di mulai dengan jalanan datar sampai ke arah sendang drajat, kemudian menanjak sedikit dengan kemiringan 50 derajat.
Dengan trek yang relatif santai kami lalui, kami pun disuguhkan dengan pemandangan yang tidak kalah menakjubkan dari gunung mana pun seperti pegunungan merbabu dan merapi yang terlihat kokoh dikejauhan sana serta pemandangan telaga sarangan dibawah kaki Gunung Lawu.
Angin kencang juga menemani perjalananan ini, bahkan sesekali kami harus berlindung di balik pepohonan kecil dan tumbuhan lainnya untuk menghalua terpaan angin.
Pos 5 – pos 4 (45 menit)
Jalur memang semakin menurun dan berbatuan kecil yang masih mudah dilalui. Dan kami jumpai warung untuk sekedar beristirahat setelah treking menanjak menuju pos 5. Dari jalur cemoro sewu ini lah banyak sekali pendaki kami jumpai karena memang jalur pendakian yang sangat cepat untuk mencapai puncak Gunung Lawu.
Sampai akhirnya kami menapaki anak tangga yang sudah modern dan mungkin ini jalur yang terjal karena jarak anak tangga yang sangat tinggi perlahan kami lalui dengan ketabahan.
Pos 4 – Pos 3 (1 jam)
Dengan trek yang semakin terjal anak tangga pun tidak menemukan ujungnya terus kami lalui dengan berhati hati karena perjalanan turun gunung ini sangat rentan kaki terkilir maka ada tehnik tersendiri untuk melangkah seperti tupit lebih dulu dan berputar badannya bisa juga dengan berjalan miring namun utamakan tumit lebih dahulu.
Nah, beruntungnya kami di pos ini ada yang berjualan semangka (semangat kaka). Jadi kami bisa istrahat sambil menikmati segarnya buah semangka.
Pos 3 – Pos 2 (1 Jam)
Masih sama dengan track sebelumnya. Jalanan turun yang terjal tetap membuat kaki harus melangkah pelan-pelan tapi pasti. Langkah kaki yang mulai berat pun sudah mulai tak sudi dilangkahkan, tapi bagaimanpun kami harus sampai selamat ke Basecamp.
Bebatuan masih menjadi teman perjalanan yang sungguh membuat kaki harus menahan beban tubuh serta cariel yang masih setia di punggung. Sesekali kami tetap beristirahat untuk memulihkan sisa-sisa tenaga yang masih ada serta makan persediaan yang masih ada.
Pos 2 – Pos 1 – Basecamp Cemoro Sewu (1 Jam 50 Menit)
Jalanan yang dilalui semakin menurun, bukan hanya bebatuan tetapi sekarang ditemani jalanan berdebu karena musim kemarau. Bahkan dari pos 1 kami mulai berpisah. Si Rahman yang memang hobby petualang mendaki gunung berangkat duluan karena jika menunggu kami akan sangat lama.
Kemudian Nurul dan Sukma mengajak saya berangkat, tapi sebelum berangkat saya sempatkan dulu membelikan minuman yang segar serta penambah ion yang membuat mereka ketawa terbahak-bahak. (dari tadi minum dan ngemil mulu tetap lelet).
Hingga akhirnya kami berjalan bersamaan selama kurang lebih 30 menit. Dan akhirnya saya ketinggalan juga karena kaki sudah gak kuat melangkah. Dan 20 menit kemudian baru bertemu mereka kembali lagi karena menunggu saya sambil istirahat. Sedangkan saya harus berjalan pelan-pelan tanpa istrahat untuk mengejar ketinggalan.
Basecamp Cemoro Sewu – Solo ( 1 Jam 45 Menit), Lanjut Jakarta dan Balikpapan. Thanks For Nice Trip
Setelah makan siang dan istirahat yang cukup panjang. Tawaran demi tawaran kami terima dari supir angkot yang ingin mengntarkan kami pulang ke Solo dan semuanya masih kami tolak karena lelah yang belum berujung. Belum lagi kami harus mengikuti jadwal mereka. (say No guys kata Mamang Rahman).
Hingga akhirnya pendaki dari Bekasi mengajak saya dan team untuk pulang bersama dengan tarif Rp. 40.000 per orang karena mereka masih membutuhkan minimal 4 orang lagi. Dan saya iyakan dengan syarat semua peserta team kami harus sudah siap dan mereka rela menunggu sampai 1 jam. (Thanks yaa, kalian luar biasa).
Di dalam angkot dengan 9 orang kami tidak saling kenalan meski kami saling mengobrol asyik dan saling membully, haha. Kadang memang tidak mengenal jauh lebih seru dibanding kenal yang berujung pada jaim jaiman.
Ini dia video saat perjalanan dari jakarta – stasiun pasar senen sampai menggapai puncak Gunung Lawu 3265 mdpl.
Catat! Biaya-Biaya Traveling ke Gunung Lawu
- Tiket PP Jakarta Solo Rp. 165.000, Per orang
- Jajajan selama di Kereta Jakarta – Solo Rp. 75.000, – per 2 orang.
- Gocar Solo – Karanganyar Rp. 152.000,- tips supir Rp. 20.000,-
- Sarapan dan Minuman di Basecampt Rp. 65.000,- per 4 orang.
- Simaksi Rp. 60.000,- per 4 orang.
- Logitsik dan keperluan lainnya Rp. 500.000,- per 4 orang.
- Makan malam di Mbo Yem Rp. 100.000,- per 4 orang
- Sarapan Pagi di Mbo Yem Rp. 100.000,- per 4 orang
- Aqua 2 buah 1,5 liter Rp. 50.000,-
- Makan siang Rp. 75.000,- per 4 orang.
- Angkot Karanganyar – Solo Rp. 160.000,- per 4 orang.
- Makan malam dan minuman Solo Jakarta Rp. 93.000,- 2 orang.
- Sarapan Pagi di Stasiun Pasar Senin Jakarta Rp. 65.000,- per 2 orang.
- Gojek Stasiun Pasar Senin- Priuk Rp. 20.000,-
No comments:
Post a Comment