PBN BERITA HARI INI - BERITA TERBARU & TERKINI

Berita Politik, Ekonomi, Hukum, Kriminal, Olahraga, Sepak Bola, Teknologi, Otomotif, Artis di Indonesia dan Dunia.

LightBlog

06 August 2018

Bencana Alam Tidak untuk Ditutup-tutupi

Indonesia termasuk sebagai salah satu negeri yang istimewa dalam jalur Ring of Fire. Berdiri di atas tiga lempeng Bumi, membuat kondisi alam Indonesia secara geologi begitu kompleks.


Pertemuan tiga lempeng itu menghasilkan dua sisi bagi Indonesia. Di satu sisi Indonesia berlimpah berkah sumber daya alam, mulai mineral logam sampai panas Bumi. 
Namun sisi lainnya, tiga lempeng Bumi membuat Indonesia menjadi area ‘merah’, rawan bencana alam mulai dari gempa Bumi serta tsunami sampai letusan gunung berap
Sisi bencana tersebut memang tak bisa dihindari. Makanya tak heran wilayah Indonesia kerap diguncang gempa, sedangkan langit maupun atmosfer nusantara terkena debu vulkanik dari muntahan gunung berapi. 
Sebagai negeri yang berada di lintasan Ring of Fire, Indonesia telah berkali-kali menghadapi bencana alam. Karena pengalaman menghadapi bencana itu, Indonesia menjadi tanggap atas gempa, letusan gunung berapi sampai tsunami. Makanya tak heran Indonesia menjadi laboratorium bencana alam bagi negara dunia.
Namun demikian, banyak berbagai tantangan membuat ekosistem tanggap bencana. Masyarakat perlu menyadari atas risiko bencana di lingkungan mereka tinggal. Sementara itu, lembaga geologi sampai kebencanaan serta cuaca, juga dituntut untuk sigap menginformasikan sedetail mungkin risiko bencana.
Berkaitan dengan hal tersebut, VIVA mewawancarai Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rudy Suhendar. Pria jebolan ITC Enschede Belanda itu mengupas tuntas bagaimana tantangan dan seluk beluk bencana di Indonesia.
Menurutnya, dalam soal bencana tidak ada hal yang ditutup-tutupi. Informasi bencana harus terbuka bagi semua orang, semua kalangan. Berikut petikan wawancara dengan kepala Badan Geologi di kantornya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan:
Indonesia sering kali terjadi bencana alam, karena terletak di area Ring of Fire. Apa yang bisa digali Indonesia terkait keadaan geologinya?
Jadi dengan posisi geografis Indonesia, saat ini berada di tiga lempeng dunia. Jadi kan bola dunia itu terpecah-pecah, pecahannya itu namanya lempeng. Itulah simpelnya. Kita (Indonesia) posisinya ada di tiga, satu Lempeng Eurasia, yaitu dari utara yang bersatu dengan China ke selatan terus ke kita. Kemudian yang dari selatan, Lempeng Indo-Australia, yang di timur, itu Lempeng Pasifik. Itu adalah given yang enggak bisa diapa-apain
Akibat dari tumbukan tiga lempeng itu, menimbulkan kondisi geologi yang cukup kompleks. Produk pertemuan itu adalah bisa jadi sumber daya, bisa jadi bencana. Sumber dayanya dari tumbukan-tumbukan itu jadi mineral. Kita ada mineral logam, beberapa mineral tumbuh di situ. Kita sebenarnya kaya (sumber daya alam) dan tumbuh di situ, juga cekungan migas. Karena ada sedimen, cekungan air juga ada. 
Tapi di sisi lain juga ada bencana. Tumbukan-tumbukan itu membentuklah Ring of Fire. Ada lagi rentetan gunung api mulai dari Pulau Sumatera, Jawa, terus NTT, Sulawesi naik ke atas, naik lagi Maluku. Plus kita ada gempa, karena kan namanya lempeng. Bumi enggak diam, bergoyang-goyang. Terjadilah dikenal juga memiliki potensi gempa. 
Sejauh ini kontribusi Badan Geologi soal bencana bagaimana?
Kontribusi untuk bencana, yang memiliki otoritas tentang kegeologian, amanatnya yang ditugaskan pemerintah adalah Badan Geologi. Khusus untuk mitigasinya, informasinya dari kami. Seperti gunung api, tidak ada lagi lembaga lain yang ngurus gunung api selain Badan Geologi. Gempa, informasinya dari BMKG. Tapi setelah gempa susulan lagi, itu informasinya dari kami. Kemudian gerakan tanah, longsor, yang nyusun petanya (Badan Geologi), termasuk tsunami, akibat gempa yang di laut. 
Dari empat hal tersebut, kami menyusun peta kawasan rawan bencana. Kami itu membuat kawasan rawan bencana keempat hal tersebut di seluruh kawasan di Indonesia. Kami wali datanya. Menurut SK dari Badan Geospasial, itu kami yang disiapkan yang menyusun datanya. Itu bagian dari penanganan kita dalam bencana. Ini dari dulu kala, sejak adanya Badan Geologi. 
Nah begitu ada bencana, siapa yang melaksanakannya? Itu baru BNPB maupun BPBD, yang mengurus orang-orang yang ‘minggir kamu, minggir ini’. Kalau mengurus dengan alamnya adalah kami.
Termasuk Peta Gempa skala 1:50.000 yang menyusunnya juga Badan Geologi?
Itu dari kami. Kalau peta nasional yang menyusunnya itu tim. Semua stakeholder kepada Badan Geologi.
Ada wawasan apa dari Peta 1:50.000 terbaru itu?
Jadi peta kawasan rawan bencana apapun itu menginformasikan mana daerah rawan tinggi, sampai sedang tingkat kebahayaan. Seperti kebahayaan gunung api, yang merah bahayanya tinggi, yang kuning bahayanya rendah. Enggak boleh ngebangun di zona merah, tidak boleh ini di zona kuning. 
Apakah ada perkembangan dari peta terbaru dengan peta sebelumnya? 
Kalau sudah ada kejadian, ada perubahan (pada peta). Misalkan peta kawasan rawan bencana gunung berapi. Saat Gunung Merapi sebelum 2010, misalkan kita buat Kawasan Rawan Bencana (KRB) berdasarkan misalkan 2006. Meletus lagi (Gunung Merapi) pada 2010, karenanya kami bisa membuat peta kelihatannya jangkauannya sampai mana. Seperti Gunung Agung, berdasarkan letusan1963, nah kalau tahun ini meletus dahsyat, tahun ini bikin lagi (petanya).
Dari peta terbaru, ada temuan apa yang bisa jadi perhatian?
Kalau dari peta itu bisa dilihat tadi merah, kuning, hijau saja. Kawasannya melebar atau menyempit. Sehingga makna pemakaian dari peta itu untuk menyusun tata ruang, infrastruktur, atau pemanfaatan ruang. 

No comments:

Post a Comment